ardiz

Saturday, June 10, 2006

Hari buruh sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Mei ini menjadi sebuah catatan penting dalam sejarah perburuhan di tanah air. Menjelang perayaan itu, terjadi polemik yang sangat kental nuansanya, dimana rencana para buruh untuk menggerakkan masa pada tanggal itu dicoba digagalkan. Pemerintah, bahkan aparat keamanan menyatakan bahwa sekiranya terjadi kekacauan, tembak di tempat akan diberlakukan. Tak kurang pula, beberapa pengusaha menyatakan bahwa jika tidak ada ijin dari unit bekerja mereka, maka buruh yang berdemo akan di PHK.Fenomena ini merupakan sebuah peristiwa yang berhubungan erat dengan rentetan kejadian sebelumnya. Beberapa pekan sebelumnya, memang terjadi sebuah tarik ulur antara pemerintah dan para buruh. Hal ini disebabkan oleh rencana pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU Ketenagakerjaan. Akibatnya, ribuan buruh turun ke jalan hampir setiap hari untuk menyatakan penolakannya atas rencana pemerintah itu.Draft revisi UU Ketenagakerjaan memang sarat dengan “penindasan”. Di dalamnya pengusaha diberikan kelonggaran dalam menyediakan sarana dan prasarana perlindungan bagi para buruh. Demikian juga dalam aturan pemberian pesangon dan uang PHK, para pengusaha di dalam draft itu bak “tuan” tanah yang bisa berlaku dan berbuat apa saja kepada para “hamba sahayanya” yaitu para buruh.Argumentasi pemerintah kelihatannya masuk akal. Karena UU Ketenagakerjaan itu dianggap lebih berpihak kepada buruh, maka pemerintah beranggapan bahwa para investor akan enggan menanam modal di Indonesia. Lagipula, versi pemerintah menyatakan dengan masuknya investor asing nantinya pasca revisi, diharapkan akan membuka lapangan kerja lebih luas sehingga akan memberikan kesempatan kepada para penganggur.Kelihatannya maksud pemerintah amat manis. Namun para buruh melihat bahwa di baliknya, ada tangan kekerasan dan maksud buruk kepada para buruh. Dengan UU Ketenagakerjaan yang katanya “baru” itu, maka pengusaha akan lebih sewenang-wenang kepada para buruh, atas nama keamanan dan stabilitas usaha. Kelak, setiap buruh akan mudah di “buang” setelah “manisnya dipakai oleh pengusaha”, hanya atas alasan yang mungkin sangat sederhana tanpa konsekuensi apapun.BENTURAN PERSPEKTIFRencana untuk melakukan revisi ini memang menjadi sebuah persoalan yang sarat dengan perspektif. Katakanlah bahwa selama ini para pengusaha selalu menjadikan buruh sebagai alat produksi. Mereka biasanya mengharapkan bahwa dengan memberikan kompensasi kepada para buruh berupa upah, mereka akan mendapatkan konsesi berupa produksi dan laba besar.Hanya sayangnya, di sebagian besar perusahaan yang terjadi adalah pengembalian prinsip ini ke dalam bentuk yang paling sederhana namun amat buruk, yaitu “pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya”. Prakteknya, upah buruh ditekan seminim mungkin, namun dengan memberikan kewajiban yang kalau boleh dikatakan sungguh amat menyiksa. Banyak buruh di tanah air bekerja tanpa perlindungan apapun, termasuk dari bahaya fisik maupun jiwa. Para buruh juga kerap hanya hidup dari fasilitas yang pas-pasan, dengan berbagai keterbatasan yang sangat jauh dari memadai. Para pengusaha dengan kaca mata kuda hanya menjadikan buruh sebagai sekedar faktor produksi. Keberadaan mereka hanya dikuantifikasikan atas jam kerja yang dijalani dan produktifitas yang dihasilkannya. Dengan mekanisme seperti ini maka buruh dipandang sebagai mesin yang menghasilkan output. Bongkar pasang terhadap mesin ini tentu saja dapat dengan mudah dilakukan.Padahal, kalau kita perhatikan dengan baik dan seksama, sebenarnya UU Ketenagakerjaan yang selama ini diterapkan belum sempurna diterapkan di seluruh Indonesia. Hanya saja, secara politis, pemerintah kelihatannya terganggu dengan berbagai perjuangan kaum buruh yang cenderung membuat para pengusaha enggan bertandang ke Indonesia. Para pengusaha yang berada di balik pemerintah pasti sedang mencoba memaksa pemerintah kita mengikuti niat mereka untuk mendapatkan tenaga buruh yang tahunya hanya nurut.Setiap kali para pengusaha diminta untuk meningkatkan kesejahteraan, alasan modal dan dana yang tidak memadai selalu menjadi alasan. Bahkan penetapan upah buruh yang penyusunannya melibatkan pengusaha tidak jarang menjadi sumber konflik.Pemerintahan ini, yang notabene diisi oleh para pengusaha yang menjadi pejabat negara, mereka adalah pemilik para buruh, yang pastilah berada di belakang para pengusaha. Itu sebabnya, rencana merevisi kelihatannya awalnya berjalan mulus karena “difasilitasi” oleh kalangan dalam pemerintahan sendiri. Nyata benar, bahwa pemerintah seolah tidak punya niat baik dalam mengejar pertumbuhan ekonomi dan keuntungan modal baginya.Pemerintah memang terjebak di dalam berbagai asumsi makro ekonomi yang dibuatnya. Pada akhir kuartal I tahun ini, kelihatan sekali bahwa berbagai rencana pemerintah terancam bubar. Menteri keuangan sendiri sudah menyatakan hal itu di depan para Gubernur se-Indonesia dalam Musrenbang 2006 lalu.Akibatnya, pemerintah keteter dan bisa kehilangan kepercayaan, termasuk dari masyarakat. Tidak tercapainya berbagai indikator makro tersebut diperkirakan akan memperburuk nama pemerintah, yang sesungguhnya sedang mencari “tabungan” sosio-psiko-ekonomi menjelang pemerintahan baru yang masih lama menjelang.PARADIGMA KEMANUSIAAN Dalam perspektif kemanusiaan saja, para buruh kita selama ini telah menjadi korban yang luar biasa dalam sistem ketenagakerjaan yang amat memihak kepada pengusaha. Para buruh kerap harus “dipaksa” bekerja di luar batas normal demi sekedar mendapatkan uang lembur menambahi penghasilan mereka yang tidak seberapa. Di dalam berbagai kasus, para buruh juga harus menerima bahwa jaminan dan perlindungan terhadap mereka terlalu sering diabaikan. Masalah tidak disediakannya alat pelindung diri yang memadai, fasilitas kesehatan yang minim, cuti, dan prospek masa depan, adalah sedikit dari banyak masalah yang dengan sengaja diabaikan oleh para pengusaha.Jadi, alangkah tidak bisa dimengertinya bahwa penerapan UU Ketenagakerjaan yang masih memerlukan perbaikan justru dibalikkan menjadi sebuah aturan yang semakin lebih longgar. Pemerintah memang harus didesak supaya tidak menghalalkan segala cara —lagi karena sebelumnya sudah sering melakukan cara yang sama — untuk mencapai tujuannya.Bagaimanapun, buruh adalah manusia yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia, yang tidak kurang atau tidak lebih dari keberadaan manusia “pengusaha” itu sendiri. Mereka harus ditempatkan sebagai seorang yang memiliki hak dan kewajiban. Lagipula, kalau kita melihat catatan konstitusi kita, memiliki pekerjaan yang layak dan hidup sejahtera, adalah hak setiap individu, yang tidak dapat dikurangi dengan alasan apapun bahkan oleh penguasa sekalipun.KEKUATAN POLITIKBuruh di negara maju memiliki kekuatan politik. Mereka memiliki partai dan simpatisan sendiri. Mereka mampu mengorganisir diri sebagai kekuatan alternatif yang amat menentukan dalam proses politik negara-negara itu. Di Indonesia, politik “aliran” atas nama agama masih mendominasi. Akibatnya, partai buruh sebagai sebuah alternatif mungkin masih jauh dari harapan.Namun perayaan 1Mei oleh para buruh menjadi sebuah kesempatan emas kepada para buruh untuk dapat membuktikan bahwa mereka mampu menjadi sesuatu yang berharga. Bagaimanapun, alam demokrasi yang besar memberikan daya tampung bagi siapapun untuk berkiprah di dalamnya, termasuk para buruh sekalipun.

Kang Es Ef got lighted up on 9:02 AM



| Untuk Istriku |



Semoga engkau menjadi cahaya hidupku Dan senyummu selalu mengisi hari hariku yang tersisa Engkaulah yang paling spesial dalam hidupku kekasih

| Diriku |

Kang Es Ef
Sang Pemimpi
Ketika matahari terlalu terik untuk dihalau dan badai terlalu deras untuk dihalang.Disaat itulah kita harus berpikir ulang untuk maju dan hancur bersama debu atau mundur dan bergabung bersama para pecundang.


Manusia menjadi ideal dengan mencari serta memperjuangkan umat manusia,dan dengan demikian dia menemukan Tuhan.
( Ali Syari'ati )

| Temen |

PUK Musashi
FSPMI
Kang SF
Sastro Edan
Diskusi Buruh
Blogger






  • HOME

  • | Arsip |

    Pada Sepi Tiba
    Mimpi Itu
    Krisis Kedaulatan
    Pandangan Sam Ratulangi
    Telinga Pemimpin
    Buruh Kekuatan Politik
    Memahami Konflik Dunia
    NGO Dan Gerakan Buruh
    Menata Ulang Gerakan Buruh
    Gerakan Buruh ditengah Globalisasi Produksi
    Dilema Seorang Aktivis Buruh
    Kesamaan Islam dan Sosialisme
    Sekilas Raperda Ketenag Kerjaan
    Benalu Kebijakan
    GIE
    SYARI'ATI
    Buruh Indonesia,Nasibmu
    Anda memilikinya,gunakanlah

    |BUKU TAMU|

    Klik Aja

    | search engine |

    Google

    |



    Hari ini aku lihat kembali Wajah-wajah halus yang keras Yang berbicara tentang kemerdekaaan Dan demokrasi Dan bercita-cita Menggulingkan tiran Aku mengenali mereka yang tanpa tentara mau berperang melawan diktator dan yang tanpa uang mau memberantas korupsi Kawan-kawan Kuberikan padamu cintaku Dan maukah kau berjabat tangan Selalu dalam hidup ini?

    Soe Hok Gie